Tim Pengabdian Program Studi PGSD Fakultas Agama Islam dan Pendidikan Guru (FAIPG) Universitas Djuanda (UNIDA) lanjutkan program kegiatan pendampingan Sekolah Dasar Inklusif dengan Pendekatan University-School Collaborative Partnership (USCP) di Surabaya, berkolaborasi dengan Program Studi PGSD Universitas PGRI Adibuana (UNIPA) Surabaya, Jawa Timur.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 11 Agustus 2023 yang berlokasi di SDN Sumber Welut 1 dan SDN Welut 3, Kota Surabaya sebagai sekolah dasar yang menjadi sasaran pendampingan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Tim Pengabdian PGSD FAIPG UNIDA juga telah melaksanakan pendampingan Sekolah Dasar Inklusif di Bali yang berkolaborasi dengan PGSD Universitas Pendidikan Ganesha (UNDIKSHA) pada tanggal 9 Agustus 2023.
Dr. Rasmitadila, M.Pd selaku Ketua Tim Pengabdian menuturkan, kewajiban menyelenggarakan pendidikan inklusif bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah. Tetapi juga Universitas yang mencetak calon guru inkkusif yang ikut andil dalam kesuksesan penyelenggaran pendidikan inklusif di SD. Kolaborasi dan hubungan antara Universitas dengan sekolah merupakan kelanjutan program pengembangan calon guru inklusif agar mereka memiliki kompetensi yang berkualitas melalui program-program pelatihan yang bermutu.
Masih banyak sekolah dasar yang belum menjadi sekolah inklusif tetapi menerima siswa berkebutuhan khusus, maupun sebagai model sekolah inklusif sulit melaksanakan pendidikan inklusif sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Dr. Rasmitadila, M.Pd mengemukakan, hasil studi pendahuluan dan penelitian sebelumnya terdapat beberapa masalah menyangkut pelaksanaan pendidikan inklusif di SD, yaitu tidak mendapatkan pendampingan dari pemerintah dalam melaksanakan program pendidikan inklusif, guru jarang mendapatkan pelatihan yang dapat meningkatkan kompetensi sebagai guru inklusif walaupun latar belakang guru dari universitas pendidikan guru.
Kemudian, sekolah belum memiliki kolaborasi dengan pihak lain baik dengan universitas, LSM, atau Psikolog dalam menunjang pelaksanaan pendidikan inklusif sehingga, sekolah merasa semua kewajiban pendidikan inklusif hanya dibebankan kepada sekolah sendiri, lalu juga terjadinya kesenjangan antara teori dan praktek yang didapatkan oleh calon guru inklusif di universitas ketika harus mengajar di SD inklusif, sekolah belum memiliki sarana dan prasarana, maupun ketersediaan unit yang dapat membantu guru dalam memecahkan persoalan di kelas inklusif, baik terkait dengan kurikulum, perilaku siswa maupun penilaian.
Dalam pelaksanaannya, kegiatan dibuka oleh sambutan oleh perwakilan dari UNIPA Surabaya yaitu Dr. Reza Rachmadtullah, M.Pd yang menjelaskan tentang pentingnya pendidikan inklusif di sekolah dasar serta kolaborasi antara universitas dengan sekolah dasar inklusif.
Selanjutnya, sambutan dari Kepala Sekolah SDN Sumber Welut 3 yang menjelaskan tentang pentingnya kesadaran dari setiap guru dalam memahami pembelajaran di kelas inklusif sehingga guru-guru harus dan perlu mengikuti pendampingan. Kemudian, pemberian materi oleh Muhammad Nurrohman Jauhari, M.Pd dari UNIPA Surabaya yang menjelaskan tentang karakteristik siswa berkebutuhan khusus (ABK), serta penanganan siswa ABK dengan kriteria-kriterianya di dalam kelas.
Materi inti selanjutnya diberikan oleh Ketua Tim Pengabdian PGSD FAIPG UNIDA, Dr. Rasmitadila, M.Pd berupa identifikasi siswa berkebutuhan khusus menggunakan format identifikasi serta penjelasan setiap instrumen identifikasi yang harus dipahami oleh guru agar dapat mengidentifikasi siswa yang memiliki kecenderungan berkebutuhan khusus (ABK). Penjelasan juga terkait dengan cara membuat laporan identifikasi setelah melakukan identifikasi dan mengisi semua kriteria siswa yang terindikasi sebagai siswa ABK.
Setelah pemberian materi, acara dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab dengan para guru. Guru banyak bertanya tentang penanganan siswa, perilaku siswa yang harus dapat ditangani dengan baik serta hubungan siswa dengan pola asuh keluarga yang memiliki pengaruh kepada mental dan perilaku anak.
Lalu kegiatan dilanjutkan dengan pengenalan dan penggunaan alat peraga berupa kartu permainan untuk siswa Disleksia, agar guru-guru dapat mempraktekkannya di kelas, dan memahami cara menangani siswa disleksia. Kegiatan permainan berlangsung cukup menyenangkan dan bermakna sehingga guru-guru mendapatkan pemahaman cara menangani siswa Disleksia. Kegiatan ditutup dengan kesimpulan oleh Moderator dan berfoto bersama semua peserta dengan anggota Tim Pelaksana.
“Dengan adanya pendampingan kepada guru-guru SD Inklusif, diharapkan mereka dapat mengimplementasikan materi yang telah diberikan sehingga dapat menangani siswa berkebutuhan khusus, dan merancang pembelajaran sesuai dengan karakteristik siswa. Selain itu pendampingan ini dapat terus dilakukan oleh kedua Universitas ke depannya kepada SD-SD Inklusif sehingga kualitas SD inklusif dapat terus ditingkatkan," ungkap Dr. Rasmitadila, M.Pd.